meruang #2 | "Sambang Setangga : Kali Pasir"

TAUFIK DARWIS adalah seorang dramaturg, kurator, theatre maker, dan produser yang tinggal di Bandung, Indonesia. Dia adalah salah satu pendiri Bandung Performing Arts Forum – BPAF dan anggota Majelis Dramaturgi dan Koalisi Seni Indonesia. Ia tertarik untuk menghubungkan potensi seni pertunjukan yang kritis dan kreatif radikal dengan Performing Cultural Studies (Henry A. Giroux). Seni pertunjukan, bagi Taufik, adalah bentuk karya budaya yang menempatkan politik dalam interaksi antara representasi simbolik, kehidupan sehari-hari, dan relasi material kekuasaan.

Taufik pernah menjadi kurator Indonesian Dance Festival (IDF) untuk program Kampana. Tahun 2018-2019 dan kurator tamu program Cabaret Chairil di Garasi Performance Institute. Taufik kerap terlibat di dalam jejaring seni Internasional, seperti The Curators Academy (2018); TheatreWorks Singapore, TPAM – Performing Arts Meeting in Yokohama 2018; Symposium Asian Dramaturg’s Network 2018; the Next Generation Producing Performing Arts 2018, Asia Center; Japan Foundation; Asia Hundreds, Japan Foundation Asia Center; FREE-Lances (inter-Asian) oleh BMLab, Japan Foundation Manila.

Taufik terpilih untuk melakukan residensi penelitian sebagai Art Manager di Tokyo dan Kyoto pada program Visiting Fellows 2019, The Saison Foundation, Jepang. Proyek podcastnya Toward an Ordinary Day didanai oleh ‘Art + Activism,” Center for Applied Human Rights, University of York. Ia juga terpilih sebagai salah satu peserta Asian Connection: Producer Camp 2021, NTCH (National Theater & Concert Hall, Taiwan).


AGUNG EKO SUTRISNO, Visual dan Performance Artist yang tinggal dan bekerja di Kota Bandung, yang menempuh program studi patung. Sebagai seniman, Eko tertarik pada sejarah, nilai-nilai arsip dan pelestarian ingatan kolektif sebagai dorongan kreatifnya. Dalam penciptaan karya terbarunya, eko mencoba menelusuri ulang hubungan sejarah kolonialisme dan koreografi kota sebagai upaya melihat kompleksitas peristiwa kota yang terjadi.

Pada tahun 2019 Eko menjadi Semifinalis Bandung Contemporary Art Awards (BACAA 6) di Lawangwangi Artspace sepilihan karyanya dipamerkan pada program Biennale performance art Singapore “Power Play” (2020), Jakarta Biennale (2022), Festival Komunitas Seni Media (2023), serta program laku cipta Pekan Kebudayaan Nasional (2023).

Guna mengembangkan praktik artistiknya, Eko membangun kolektif “performance.rar” yang berkonsentrasi dalam Pengumpulan Arsip, laboratorium, ruang diskursus performance art di Bandung. Eko juga adalah founder KAPITAL SPACE Bandung dan Anggota Bandung Performing Arts Forum (BPAF).


SAMBANG SETANGGA : KALI PASIR

Sambang Setangga merupakan agenda terbaru dari dua proyek terusan dari proyek Konferensi Kampung Kota (Taufik Darwis) dan A Brief History of Making Odds (Agung Eko Sutrisno & Annastasya Verina) yang keduanya merupakan inisiatif artistik yang berfokus pada isu-isu ruang hidup warga kampung kota di Bandung.

Proyek Sambang Setangga akan dilakukan dengan agenda menjadi ruang pertemuan untuk mencari cara-cara bagaimana praktik kewargaan kampung kota dirancang dan dilakukan, terutama di dalam ketegangan performatif yang dihasilkan oleh koreografi kota. Ketika membicarakan koreografi kota, ada beberapa gerakan yang bisa dilihat, misalnya gerakan politik dari pergerakan warga dalam mengakses pekerjaan, tempat tinggal, layanan kesehatan, makanan, dan masa depan.

Koreografi kota menciptakan komunitas dengan cara memobilisasi tubuh dan pengalaman estetika kehidupan sehari-hari yang memiliki banyak aspek dan sangat bisa
saling bertentangan, sehingga menantang praktik politik dan demokrasi warga. Maka dari itu, pertemuan di dalam proyek ini kami sadari merupakan suatu bentuk perancangan dari performativitas yang jamak.

Proyek ini akan dimulai pertama kali dalam perhelatan JICON 2023, dengan mencoba merancang ruang pertemuan di Kampung Kali Pasir. Sebagai ruang pertemuan,
kami tidak hanya mempertemukan antara warga kampung kota Kali Pasir dan warga kampung kota di Bandung yang kami ajak terlibat di dalam proyek ini. Karena kami menyadari sebagai proyek artistik yang berhadapan dengan politik kewargaan, proyek ini juga sedang terlibat di dalam percakapan tentang hubungan menjadi warga kota dan warga seni. Kami ingin menciptakan ruang pertemuan dari koreografi dengan sistem yang terbuka, tidak tertutup.

Sebagai awalan, proyek ini menawarkan sebuah ruang pertemuan yang bergerak melalui kata kunci: ‘memperpanjang’ (kreativitas warga-hunian) dan ‘mempersingkat/akselerasi’ (sarana dan prasarana transportasi). Dua kata kunci ini diharapkan mampu menavigasi kita untuk menilik ulang dan membayangkan masa depan kampung kota di dua kota dari kehadiran Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang mulai beroperasi 3 Oktober 2023. Sebagai sebuah infrastruktur transportasi, kehadiran KCJB mempengaruhi koreografi kota, imbas percepatan pembangunan tata kota di Bandung mulai bergegas, dimulai pembangunan jalan layang hingga perluasan pabrik manufaktur.

Dalam praktiknya, proyek Sambang Setangga, mempertemukan percakapan bagasi laku hidup warga Kampung Kota yaitu segala siasat sehari-hari sebagai bentuk resistensi terhadap beregasnya pembangunan kota. Kami akan meminjam modus-modus warga dalam merawat kehidupan bertetangga seperti ‘ngaliwet’/’bancakan’ (makan bersama), musyawarah pertemuan balai warga, dan latihan bersama perguruan silat. Modus-modus tersebut kemudian akan kami posisikan sebagai tindakan kewargaan di dalam ruang pertemuan dua konteks yang bisa jadi berbeda untuk mengimajinasikan masa depan kampung kota bersama.