pengantar | ketua Komite tari dewan kesenian jakarta

Salam.

Kita mengenal kata koreografi sebagai terma yang berakar latin choreia dan graphia, yang secara garis besar berarti menulis tari bersama. Dalam wacana praktiknya, kita bisa mengimajinasikan hal ini lebih luas dengan melihat dan mencoba mengalami hal-hal yang dalam keseharian pun mengkoreografikan tubuh kita. Pada periode Komite Tari yang lalu, telah santer diperbincangkan terkait perlintasan-kelindan-perluasan terhadap apa yang kita bayangkan menjadi tari vs koreografi. Tentu ini adalah tawaran diskursus yang selalu bisa kita perbincangkan lebih jauh lagi, namun setidaknya wacana ini melebarkan kemungkinan- kemungkinan lain ketika kita membicarakan tentang tari itu sendiri. Pada perluasan yangq belum menemukan tepinya ini (atau jangan-jangan memang tidak perlu), setidaknya dapat diilhami beberapa kata kunci untuk mengantarkan kita masuk dalam area perbincangan tari hari ini: keberagaman sebagai spektrum, keterhubungan yang bermakna, dan ruang aman.

Gelaran JICON 2023 kali ini adalah yang ketiga kalinya sejak pertama kali diadakan tahun 2021 lalu. Sebagai sebuah platform, inisiasi ini masih terbilang muda dengan berbagai pendekatan yang telah dilewati sejak masa kahar pandemi hingga pasca pandemi saat ini. Niatan untuk memulai sebuah wadah yang dapat mengakomodir pergerakan tari kontemporer terus berusaha dikembangkan. Namun, mengacu pada tiga kata kunci di awal tadi –bahwa semuanya bernada kata kerja, dalam pengertian perihal itu semua adalah hal-hal yang berbasis proses dan perlu dikerjakan. Karena itu juga JICON digagas agar dapat menjadi ruang terbuka yang mengakomodir beragam bentuk eksperimentasi, ekspresi, dan wacana mengenai tari pun koreografi hari ini. Ada kalanya hal-hal tersebut perlu juga dilakukan dengan menantang paham-paham yang sudah terlanjur ajeg lebih dahulu. Di sisi
lain, menyatakan sebagai “ruang terbuka” juga membayangkan keterhubungan antar-ragam yang bisa dibayangkan muncul di dalamnya. Sematan kata Jakarta di dalam penamaan tidak hanya menegaskan konteks geografi tempat pelaksanaan acara, namun lebih dalam lagi sebagai inspirasi akan
nilai-nilai multiplisitas yang juga muncul ketika membayangkan kota Jakarta. Melalui keterhubungan, kita kemudian bisa mengembangkan ide melting pot menjadi salad bowl; gado-gado kalau kawan sekalian lebih suka itu.

JICON 2023 adalah titik koordinat perlintasan dari proses perluasan yang telah dimulai sejak 2021 lalu. Bersama-sama kita telah memulai kembali perbincangan dan pergerakan tentang tari. Ya, JICON bisa dibayangkan sebagai pergerakan, alih-alih dimaknai tunggal sebagai perayaan puncak artistik saja. Adapun program-program, baik itu pertunjukan, diskusi, pemutaran film tari, interaksi yang kita alami di dalamnya adalah proses bersama
kita, pergerakan bersama. SPHERE adalah tema yang dipilih tahun ini untuk membantu pandangan kita terhadap segala ragam yang bermunculan kala kita mengilhami perluasan tersebut. Di dalam SPHERE, terbentang potensi lanskap yang diinisiasi oleh para seniman, pekerja seni dan budaya,
pemikir, warga, lembaga-lembaga yang terhubung satu sama lain walau belum menemukan tepinya. Pengantar ini adalah ajakan untuk kita semua menjelajahi kemungkinan-kemungkinan yang muncul dari setiap ruang, waktu, dan tenaga - konon ketiganya adalah unsur penting dalam tari. Saya tambahkan tubuh, agar yang kita alami pun juga menubuh dan tumbuh dalam setiap proses diri kita semua.

Josh Marcy 
Ketua Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta